IKLAN BERBAYAR

Silakan hubungi kami dengan mengeklik gambar ini!.

MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK SERUKAN SUARA RAKYAT




Pontianak, Aliansi Mahasiswa Muhammadiyah Pontianak Melakukan Aksi di depan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  Kalimantan Barat dengan Sebuah Tuntutan Tentang RUU Pertanahan dan UU KPK. Depan Gedung DPRD Kalbar,  (25/09) 08:00- Selesai

Atas  nama Aliansi Mahasiswa Muhammadiyah Pontianak  Melakukan Sebuah aksi Bela Rakyat  yang di ikutin BEM Dari berbagai Fakultas,  Mahasiswa Se - Ump dan Stik Muhammadiyah 

Dengan,  hal itu dalam Aksi tersebut,  ada Dua Poin tuntutan untuk DPR Kalbar 
RUU Pertanahan dan UU KPK.

"Kami, atas nama Aliansi Mahasiswa Muhammadiyah dan seluruh rakyat Indonesia dengan tegas menolak dan mendesak DPR RI dan Presiden Republik Indonesia untuk membatalkan pengesahan RUU Pertanahan, yang dinilai sangat merugikan masyarakat, terutama para petani dan masyarakat adat atas dasar pertimbangan:

1. Tidak menganggap penting Reforma Agraria yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.86 Tahun 2018.
2. Keberpihakan pemerintah kepada Investor dan menutup kemungkinan hak atas tanah bagi masyarakat.
3. Menghidupkan kembali politik agraria zaman Kolonial.
4. Tidak adanya keterbukan informasi kepada public mengenai pemegang Hak Guna Usaha
5. Kriminalisasi bagi masyarakat yang mempertahankan tanahnya dari penggusuran"

Tuntutan tentang UU KPK
"Presiden Jokowi secara resmi telah mengirim surat presiden (surpres) kepada DPR RI untuk sebagai tanda persetujuan untuk membahas revisi UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (11/9)".
Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari surat yang dikirimkan oleh DPR terkait kesepakatan pembahasan revisi UU KPK, dengan dikirimkan surpres tersebut maka secara otomatis pemerintah menyetujui akan membahas bersama DPR revisi UU tersebut.

"Pada kamis (12/9) perwakilan pemerintah pun telah duduk bersama DPR menyampaikan pandangan pemerintah atas RUU KPK inisiatif DPR, pertemuan tersebut bersamaan dengan proses fit and proper test oleh Komisi III DPR RI.
5 komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perode 2019-2023 pun akhirnya terpilih diantaranya Irjen Firli Bahuri (Ketua), Alexander Marwata, Lili Pintauri Siregar, Nurul Ghufron dan Nawawi Pamolango".

Kesepakatan untuk kembali merevisi UU KPK yang dihadiri sekitar 70-an orang dari 560 anggita DPR dalam kurun waktu kurang dari 20 menit terlebih di ujung masa bakti DPR 2014-2019, semakin memperlihatkan adanya upaya pelemahan secara sistematis, terencana dan begitu cepat terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi oleh KPK.

Selanjutnya terkait dengan sumber daya manusia KPK di masa depan tidak lagi mencirikan sebagai sebuah lembaga yang independen. Di dalam naskah RUU KPK, pegawai KPK dikategorikan sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk pada sistem di bawah kementerian yang membidangi kepegawaian (pasal 1 ayat 7). Poin revisi ini tentu tidak relevan dengan semangat penguatan lembaga antikorupsi berdasarkan mandat UNCAC maupun Prinsip-prinsip Jakarta. Ketergantungan secara institusi akan mempengaruhi KPK dalam menjalankan tugasnya.

Pasal 6 Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) sudah menegaskan bahwa lembaga antikorupsi harus dilengkapi dengan “independensi yang diperlukan” untuk menjalankan fungsinya secara efektif dan “bebas dari pengaruh yang tidak semestinya” serta sumber daya material, staf, dan pelatihan yang memadai. Syarat ini seharusnya dilaksanakan, mengingat Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada UNCAC sejak ratifikasi pada 18 Desember 2003.
Untuk itu kami dari Gerakan Kalbar Peduli KPK menyatakan:
1. Menolak UU KPK yang telah disahkan
2. Membatalkan pimpinan terpilih
3. Mendesak presiden untuk segera mengeluarkan Perppu
4. Mendesak DPR RI membuat RUU KPK baru.


By Suhedi


Posting Komentar

1 Komentar