Foto :Google |
Oleh : Maudy Anisa
Black knight adalah drama korea garapan baru
Netflix yang membawa tema distopia. Menceritakan kisah menegangkan antara
pembawa paket atau bahkan semua pahlawan kemanusiaan melawan pewaris grup
konglomerat yang bermain-main dengan keberlangsungan umat manusia demi
kelancaran bisnisnya. Mengisahkan seorang Knight 5-8 (Kim Woobin), kurir paket
legendaris yang terkenal karena ketampanan dan kepiawaiannya dalam berkelahi bertemu
dengan seorang anak refugee yang
memiliki cita-cita untuk menjadi seorang Knight (kurir paket) dengan sejuta
rahasia yang dibawa oleh darahnya, Yoon Sawol (Kang You-Seok). Dan tak lupa
kehadiran Mayor Jung Seol-Ah (Esom) yang turut serta melawan pewaris Cheonmyeong
Group, Ryu Seok (Song Seungheon), yang merupakan asal muasal kenapa banyak anak
dari kasta refugee menghilang tanpa
sebab, semakin memburuknya polusi udara hingga terjadinya kudeta terhadap
presiden serta penyebab keluarga satu-satunya berakhir dengan mengenaskan.
Lantas mengapa, sesuai judulnya, drama ini
dapat menjadi gambaran masa depan bagi bumi kita? Sebelum menjawab pertanyaan
tersebut, mari kita belajar tentang apa itu distopia. Distopia menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia ialah tempat khayalan yang segala sesuatunya sangat
buruk dan tidak menyenangkan tak banyak kebahagiaan dan penuh ketakutan. Tema
ini seringkali dapat kita lihat dari film-film seperti di The Hunger Games tentang bagaimana Katniss dan orang-orang yang
hidup di distrik miskin harus bertahan hidup tidak hanya sehari-hari tapi juga
saat mereka harus menjadi tribute untuk mengikuti The Hunger Games atau kisah Tris di Divergent Series yang
menceritakan bagaimana ia bertahan hidup sebagai seseorang yang sangat berbeda
dari orang-orang disekitarnya.
Sama halnya dengan Black Knight, hidup dalam
drama tersebut cukup mengerikan, semua bergantung kepada kurir paket, entah itu
untuk membeli kebutuhan sehari-hari hingga oksigen saja mereka harus menunggu
kurir paket untuk mengantarkan pesanan mereka, tak sampai disitu saja, tiap
rumah harus memiliki bilik dekontaminasi agar zat-zat berbahaya dari dunia luar
tidak bisa mencemari oksigen yang ada dalam rumah, dan tidak ada siapapun yang
bisa keluar tanpa masker karena sangking toksiknya udara di luar. Mungkin dari
deskripsi ini, sudah mulai ada gambaran kenapa Black Knight ini dapat menjadi
gambaran masa depan kalau kita nggak bisa
menjaga bumi kita kan? Jadi mari kita pasangkan benang merah antara drama ini
dengan dampak Climate Change.
Selama pandemi COVID-19, hidup kita
bergantung sekali dengan platform
yang menyediakan pesan antar seperti Go-Jek, Grab, Shoppee, Tokopedia dan
lain-lain. Selain gunanya untuk mengurangi interaksi sosial dengan orang lain
tapi juga memudahkan manusia dalam kesehariannya, seolah-olah dunia dalam
genggaman kita. Tapi, pernyataan itu tidaklah salah. Dengan semakin
berkembangnya industri teknologi dan informasi, segala sesuatunya semakin
mudah, dan hal tersebut merupakan capaian yang sangat wajar khususnya karena
tujuan dari pengembangan IT salah satunya adalah memudahkan manusia dalam
bekerja. Namun, tentu saja ada harga yang perlu dibayar, ‘kan?
Pengembangan teknologi dan informasi ini
bukan berarti pencapaiannya akan dilakukan dengan mempertimbangkan Energi Baru
Terbarukan (Renewable Energy). Meskipun kita sudah di era industri 4.0 atau
bahkan 5.0, tapi masih banyak dari sumber daya energi kita yang masih mengambil
metode dari industri 2.0 yaitu pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan
sumber daya batu bara. Kontroversi mengenai pembangkit listrik tenaga uap ini
sudah bukan lagi rahasia umum di masyarakat khususnya bagi pencinta lingkungan
yang berargumen bahwa PLTU merusak lingkungan. Sebenarnya pun bukan tanpa
alasan, pengeboran batu bara yang notabene berasal dari minyak bumi ini dapat
menyebabkan pemanasan global semakin memburuk. Pasalnya, produk hasil
pengeboran minyak bumi ini akan menghasilkan gas-gas emisi seperti
karbondioksida (CO2), karbon monoksida (CO), dan lain-lain yang menyebabkan
pengurangan lapisan ozon. Fampaknya pun sudah cukup terasa seperti di India
yang mengalami Heat Wave atau
gelombang panas hingga mencapai ≥40°C serta
di Pontianak yang saat hujan sekalipun tidak ada sejuk-sejuknya.
Sebenarnya dapat dimengerti kenapa
pemerintah masih saja menggunakan PLTU sebagai salah satu sumber produksi
listrik meskipun sudah banyak alternatif lainnya, hal itu dikarenakan ongkos
yang lebih murah karena menggunakan batu bara. Namun, sangat disayangkan karena
pemerintah lebih mementingkan budget murah
dengan menggantungkan hidup kepada sumber daya energi yang akan habis
dibandingkan melihat anak cucu generasi selanjutnya melihat langit tanpa ada
kabut asap beracun. Padahal dari awal kemerdekaan pemerintah sendiri sudah
menggelontorkan uangnya untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Tapi, pembicaraan pembangkit listrik ini bukanlah hal utama yang ingin
diceritakan.
Alasan mengapa saya menyatakan bahwa Black Knight ini dapat menjadi gambaran bumi di masa depan karena latarnya mengingatkan saya akan kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Kalimantan sebelum COVID-19. Pengalaman selama sebulan dua bulan harus melalui kabut asap dengan alat perlindungan diri yang mumpuni agar tidak terkena ISPA saat beraktivitas sehari-hari saja sudah mengerikan untuk dilalui apalagi seumur hidup harus menggunakan masker dan mengandalkan kang paket buat nganterin oksigen biar bisa napas di rumah, sangat mengerikan. Bagaimana dengan generasi selanjutnya yang harus hidup di bumi yang semakin hancur atas ulah kita?
Untungnya dalam drama ini, sedikit demi sedikit masalah dapat teratasi setelah runtuhnya Cheonmyeong Group. Meskipun begitu, baru setelah keburukan yang diperbuat dan runtuhnya Cheonmyeong Group membuat dunia di drama tersebut membaik, setidaknya mereka mendapat tambahan waktu untuk berapa lama mereka bisa bertahan hidup tanpa masker. Tapi, di dunia kita, permasalahan tersebut masih belum selesai dan kitapun belum tahu kapan pemanasan global ini akan berhenti. Kita hanya bisa berharap agar bumi kita menjadi lebih baik.
Terakhir, secara penilaian di akhir paragraf ini. Mulai dengan tema, untuk tema sendiri, ini tema yang lumayan jarang dibawakan oleh drama-drama Korea, yang paling diingat adalah Space Sweepers (Netflix Movie) dan Sisyphus (Drama Netflix) dan itupun tidak secara gamblang diceritakan bahwa mereka distopia karena Space Sweeper lebih ke Scifi luar angkasa dan Sisyphus lebih ke Scifi time trabel dan mungkin lebih masuk kedalam post-apocalyptic. Nggak tahu juga. Kemudian, untuk storyline ini jujur ngeasa dramanya lama tapi cuman 6 episode. Kek tau-tau aja udah mau selesai. Untuk CGI-nya sendiri. Jadi kalian bisa nonton sendiri ya. Overall 7.8/10 gara-gara cuman 6 episode. Drama ini diadaptasi dari webcomic berjudul pengantar paket (dalam bahasa korea : taegbaegisa) buatan Lee Yoonkyun. Jadi, sudah kebang dong gimana serunya film?.
0 Komentar